KORAN TALK- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango, angkat bicara terkait adanya kasus seorang oknum jaksa berinisial EKT yang diduga memeras keluarga tersangka narkoba di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
Diketahui, video terkait dugaan pemerasan yang dilakukan EKT sebelumnya viral di media sosial.
Jaksa EKT diduga meminta uang sebesar Rp 80 juta dari keluarga pelaku kasus narkoba.
Atas tindakan tersebut, menurut Nawawi, sanksi yang dijatuhkan kepada jaksa EKT tidak cukup hanya dengan pencopotan sementara dari jabatannya. Melainkan menurutnya juga bisa dijerat pidana.
Nawawi menuturkan bahwa jaksa EKT tersebut bisa dijerat dengan pasal dugaan tindak pidana korupsi atas tindakannya yang diduga melakukan pemerasan.
“Yang seperti ini jika benar terbukti, tak cukup hanya diberi sanksi pencopotan,” kata Nawawi dikutip dari KORAN TALK.
Ia mengatakan, jika EKT terindikasi melakukan pemerasan, maka ia dapat dijerat dengan Pasal 12 e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tahun 2001.
Adapun pasal itu berbunyi, “Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.”
Menurut Nawawi, kasus dugaan pemerasan oleh jaksa EKT itu bisa diusut oleh pihak Kejaksaan sendiri ataupun KPK.
“Kejaksaan juga bisa, KPK juga bisa,” tuturnya.
Sementara itu, Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin sebelumnya memerintahkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara untuk memproses pidana jaksa berinisial EKT yang diduga memeras keluarga tersangka kasus narkoba.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI Ketut Sumedana mengatakan perintah tersebut disampaikan Jaksa Agung bila hasil pemeriksaan pengawasan menyatakan jaksa EKT terbukti bersalah.
"Kalau dalam pemeriksaan pengawasan ditemukan unsur tindak pidana pemerasan atau permintaan sejumlah uang, nanti akan diarahkan ke tindak pidana," kata Ketut di Jakarta, Senin (15/5/2023).
Ketut menyebut, saat ini jaksa EKT sedang menjalani pemeriksaan pengawasan di Kejati Sumatera Utara usai kasusnya viral di media sosial.
Oknum jaksa tersebut juga telah dicopot sementara dari jabatannya dan sudah dipindahkan ke Kejati Sumut dalam rangka pemeriksaan pengawasan.
"Saya sampaikan bahwa Jaksa Agung tidak segan-segan untuk menindak anak buahnya di mana pun berada terkait dengan perbuatan tercela dan tindakan perbuatan melanggar hukum,” ujarnya.
“Apabila mengarah ke arah pidana, tentu akan diproses secara pidana.”
Kejagung RI Minta Warga Sumut Segera Melapor Jika Temukan Oknum Jaksa Nakal
Sementara, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI meminta masyarakat Sumatra Utara untuk segera melapor jika menemukan adanya oknum jaksa nakal yang melakukan penyimpangan, seperti pemerasan.
Hal itu disampaikan Kapuspen Kejagung, Ketut Sumedana ketika dimintai komentarnya, soal banyaknya oknum jaksa nakal di sejumlah kejaksaan negeri, di bawah Kejati Sumut.
"Lebih baik laporkan secara tertulis, sehingga tidak bias," kata Sumedana, Senin (15/5/2023).
Disinggung mengenai banyaknya oknum jaksa nakal yang diduga melakukan pemerasan dengan beragam modus, Ketut sempat menanyakan laporannya pada KORAN TALK.
"Ada laporannya ndak mas, kirimkan ke saya biar saya TL ke pimpinan ya," kata Ketut.
Ditanya mengenai adanya oknum jaksa bekas mantan Kasi Intelijen Kejari Siantar yang diduga mengakali hasil audit kerugian negara perkara dugaan korupsi, Ketut mengatakan perkara itu ditangani KPK.
"Itu domain KPK mas," kata Ketut.
Dia mengatakan, sejumlah kasus oknum jaksa nakal yang sempat mencuat ke publik sudah ditangani oleh Kejati Sumut,
"Saya dapat info sudah dilaksanakan pemeriksaan di Kejati Sumut, silakan dicek," katanya.
Baca Juga : Jhonny Plate Resmi Jadi Tersangka Korupsi, Janji Surya Paloh Bubarkan Partai NasDem Ditagih, Berani?
Baru Tindak Satu Jaksa
Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin langsung mencopot oknum Kejari Batubara berinisial EK yang ketahuan melakukan pemerasan terhadap S, orangtua tersangka narkoba berinisial MRR.
Dalam siaran pers yang diterbitkan atas nama Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Ketut Sumedana disebutkan, bahwa oknum jaksa nakal berinisial EK tersebut sudah ditarik ke Kejati Sumut.
Saat ini, oknum jaksa dimaksud tengah menjalani pemeriksaan dan proses hukum.
"Jaksa Agung selalu mengimbau kepada seluruh jajarannya agar tidak main-main dengan penanganan perkara apapun itu, termasuk melakukan perbuatan tercela," tulis siaran pers yang diterbitkan, Minggu (14/5/2023) kemarin.
Dalam siaran pers tersebut juga ditegaskan, bahwa Jaksa Agung RI akan menindak siapa saja anak buahnya yang coba-coba menyelewengkan jabatan.
“Saya akan tindak tegas sejauh kesalahan yang anda perbuat. Tidak ada tempat bagi jaksa untuk menyelewengkan jabatan jaksanya,” kata ST Burhanuddin, dalam siaran persnya.
Tidak hanya itu, Jaksa Agung RI juga meminta kepada Kepala Kejati Sumut untuk tidak main-main dalam menangani perkara oknum jaksa EK.
Katanya, Kajati Sumut harus objektif dalam menangani perkara ini.
“Jangan ada yang ditutupi, dan apabila ada temuan, segera sampaikan kepada media dan publik. Lakukan tindakan
cepat untuk pemeriksaan semua saksi-saksi yang terlibat. Tidak ada toleransi bagi aparat penegak hukum, dalam hal ini jaksa untuk melakukan penyimpangan. Segera laporkan kepada pimpinan hasilnya secara berjenjang,” tegas ST Burhanuddin.
Banyak Jaksa Nakal Belum Ditindak
Berdasarkan catatan KORAN TALK, banyak oknum jaksa nakal yang belum ditindak sampai detik ini.
Proses penindakannya tidak jelas dan terkesan ditutup-tutupi Kejati Sumut.
Berikut adalah daftar oknum jaksa nakal di Sumut yang kasusnya tidak jelas.
Oknum jaksa Kejari Tebingtinggi minta 'uang vitamin'
Oknum jaksa Kejari Tebingtinggi bernama Edwin Anasta Oloan Tobing atau Edwin Tobing diduga lakukan pemerasan modus minta 'uang vitamin'.
Adapun dugaan pemerasan itu dilakukan Edwin Anasta Oloan Tobing kepada korban pemukulan bernama Wanda Sri Wardani (30) yang terjadi pada Oktober 2021 lalu.
Total permintaan uang vitamin jaksa Edwin Tobing tersebut mencapai Rp 4,5 juta.
Dalam percakapan by phone antara jaksa dan keluarga Wanda, kedua belah pihak sepakat bertemu di Kedai Kopi Kopang - Jalan Dr Sutomo, Kota Tebingtinggi, Pukul 12.00 WIB lewat.
Jaksa Edwin meminta percakapan jangan melalui telepon karena khawatir disadap.
Namun pembicaraan terus berjalan.
Terekam suara bahwa Jaksa Edwin Tobing menjanjikan pihaknya bisa memenuhi permintaan keluarga Wanda Sri Wardani, yang mana ingin agar Susilawati bisa ikut ditahan dan menjalani proses hukum seperti Wanda.
Kebetulan dalam pertikaian itu, baik Wanda Sri Wardani dan Susilawati saling melaporkan ke Polres Tebingtinggi.
Namun hanya proses hukum Wanda yang terus berjalan, bahkan hingga ke tahap II (pelimpahan tersangka dan barang bukti).
Dalam rekaman percakapan lainnya, Jaksa Edwin Tobing menyampaikan kepada keluarga Wanda Sri Wardani, bahwa pihaknya telah memanggil Susilawati untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Tak gratis, Jaksa Edwin juga meminta uang vitamin kepada keluarga Wanda.
Edwin menyebut uang vitamin untuk ‘kami’ yang diduga untuk seluruh jaksa yang menangani kasus tersebut.
“Udah kau tengok dia. Hari ini dipanggil ke kantor, senyum lah. Jangan lupa, kasihlah vitamin sama kami! Kapan kutunggu? Hari ini bisa?,” kata Jaksa Edwin.
“Nanti adalah untuk bapak itu. Tapi ditahan lah dia dulu,” kata keluarga Wanda.
“Berapa ikat? Dua ikatlah. Hari ini, ku pastikan hari ini ditahan. Enteng kali ngapain dia, tinggal tunggu waktu aja. (Kau ngasih) Rp 1,5 juta bisa? Janganlah di bawah Rp 1 juta. Bikin malu saja. Rp 1,5 juta lah,” kata Jaksa Edwin kembali.
“Pokoknya adalah nanti. Tapi ditahan dulu dia,” kata keluarga, yang mana Jaksa Edwin menyampaikan akan menunggu janji keluarga Wanda.
Sementara itu, penasihat hukum Wanda Sri Wardani, Rudi Sihite SH menyampaikan, pihaknya begitu keberatan dilayani oleh jaksa yang demikian.
Pasalnya, kliennya Wanda mengalami patah tangan, seharusnya menjadi korban, justru dijadikan tersangka.
“Kita pun korban malah dikorbankan lagi. Saya minta Kejaksaan Agung mencopot jaksa yang demikian. Tepatnya jaksa yang memeras korban. Udah minta Rp 4,5 juta, ini minta lagi Rp 2 juta,” kata Rudi Sihite, Rabu (13/7/2022) siang.
“Sebenarnya klien kita yang jadi korban, tangannya patah. Tapi dijadikan tersangka. Jadi perbuatan oknum jaksa kita laporkan terkait etika dan pidananya ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara,” ujar Rudi seraya akan membuat laporan yang sama ke Polda Sumut.
Berkaitan dengan kasus ini, Kepala Kejari Tebingtinggi Sundoro Adi yang dikonfirmasi melalui WhatsApp, Rabu (13/7/2022) enggan menjawab.
Sementara itu Kasi Intelijen Kejari Tebingtinggi Fahmi Jalil mengaku akan mengecek dugaan permintaan uang tersebut kepada jaksa yang bersangkutan.
“Harus dicari tahu dulu ini, bang. Biar kucek ya, Bang,” kata Fahmi yang dihubungi via WhatsApp.
10 oknum jaksa Kejari Asahan dilaporkan memeras
10 oknum jaksa nakal di Kejari Asahan dilaporkan ke Kejati Sumut karena dituding melakukan pemerasan.
Adapun ke 10 oknum jaksa nakal itu masing-masing FS, RH, CS, RT, B, G, E, HM, NF, dan S.
Dalam aksinya, ke 10 oknum jaksa nakal ini meminta uang mulai dari Rp 3 juta hingga Rp 60 juta kepada terdakwa, tergantung kasus yang tengah dijalani.
Merespon kasus dugaan pemerasan 10 oknum jaksa nakal Kejari Asahan ini, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspen) Kejagung RI, I Ketut Sumedana meminta Kejati Sumut untuk segera memproses kasusnya.
“Silakan Kejati Sumut memproses,” tegasnya, Jumat (20/1/2023).
Ia mengatakan, sejauh ini pihaknya belum ada menerima laporan resmi terkait kasus tersebut.
Namun begitu, Ketut menegaskan agar Kejati Sumut bisa memproses laporan yang disampaikan masyarakat.
Terpisah, Kasi Penkum Kejati Sumut, Yos Arnold Tarigan mengatakan pihaknya akan mempelajari laporan dugaan pemerasan 10 oknum jaksa Kejari Asahan itu.
"Apabila seperti yang diperlihatkan ini, nantinya akan dilakukan konfirmasi ke pihak pelapor. Sehingga pelapor nantinya dapat mengutarakan hal-hal yang telah ada dalam laporan maupun yang belum ada," katanya.
Disinggung mengenai sikap tegas yang akan dilakukan oleh Kepala Kejati Sumut, Yos menyebut pihaknya akan terlebih dahulu melihat hasil penyelidikan kasus ini
"Kita lihat laporan tersebut. Artinya akan diklarifikasi ke pihak-pihak tersebut. Untuk terbukti atau tidaknya kita lihat proses," pungkas Yos.
Kasus dugaan pemerasan ini mencuat setelah massa yang tergabung dalam Barisan Anti Korupsi (Bara Api) melapor ke Kejati Sumut.
Mereka menyebut ada 10 oknum jaksa nakal yang patut diduga sering melakukan pemerasan.
Terkait kasus ini, massa juga sempat melakukan aksi ke Kejari Asahan.
Saat itu pihak Kejari Asahan meminta massa melampirkan bukti-bukti dugaan pemerasan yang disinyalir dilakukan ke 10 oknum jaksa dimaksud.
“Kami akan lanjutkan laporan ini hingga ke Kejagung,” kata Adha Khairuddin, Ketua Bara Api.
Dia mengatakan, saat ini pihaknya sudah mengumpulkan sejumlah bukti terkait kasus dugaan pemerasan ini.
Beberapa bukti diantaranya menyangkut penuturan para terdakwa yang pernah diduga diperas oknum jaksa nakal tersebut.
Oknum Jaksa Kejari Tanjungbalai Diduga Palsukan Dokumen
Oknum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjungbalai bernama Joharlan dilaporkan ke Polda Sumut.
Selain dilaporkan ke Polda Sumut, Joharlan juga dilaporkan ke Komisi Kejaksaan dan Kejaksaan Agung (Kejagung) RI.
Menurut Daman Sirait, anggota DPRD Tanjungbalai, JPU Joharlan diduga memalsukan dokumen tanda tangan miliknya.
Adapun pemalsuan dokumen tanda tangan itu terjadi dalam berkas acara pemeriksaan (BAP) kasus dugaan korupsi proyek jalan lingkar di Kecamatan Sei Tualang Raso, Kota Tanjungbalai.
"Dalam persidangan (di PN Tipikor Medan), hakim sempat bertanya kepada saya mengenai berkas acara pemeriksaan (BAP), dimana saya disebut banyak mencabut keterangan di BAP," kata Daman Sirait, Rabu (22/12/2021).
Daman yang sempat dihadirkan di PN Tipikor Medan itu kemudian membantahnya.
Dia merasa, dirinya tidak pernah menandatangani BAP yang dibuat oleh JPU Joharlan.
Bahkan, kata Daman Sirait, dia tidak pernah diperiksa oleh JPU Joharlan.
Atas hal tersebut, Daman Sirait juga merasa heran, kenapa tiba-tiba ada BAP yang katanya ditandatangani oleh dirinya.
"Saya langsung bilang ke hakim, bahwa itu bukan tanda tangan saya. Bahkan, saat itu saya langsung menunjukkan KTP saya kepada hakim," kata Daman Sirait.
Menemukan adanya kejanggalan, hakim ketua Immanuel Tarigan kemudian meminta agar tanda tangan yang ada di BAP itu dilakukan uji forensik.
"Saya sampai sekarang masih menunggu hasilnya, karena belum keluar," katanya.
Atas adanya dugaan pemalsuan dokumen tanda tangan itu, Daman Sirait kemudian membuat laporan ke Polda Sumut.
Dia melaporkan JPU Kejari Tanjungbalai itu dengan delik aduan pemalsuan akta otentik.
Oknum Jaksa Kacabjari Labuhan Deli Lakukan Pemerasan Berkedok Cabut Perkara
Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Labuhan Deli, Anggara Suryanegara mengakui bahwa oknum jaksa bernama Berkat yang dituding melakukan pemerasan berkedok cabut perkara adalah anak buahnya.
Saat ini, oknum jaksa bernama Berkat itu tengah menjalani pemeriksaan.
Namun, Anggara masih menyembunyikan hasil pemeriksaan oknum jaksa nakal yang mencoreng nama Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut.
"Aku belum bisa berkomentar. Sabar dulu ya. Ini masih proses pemeriksaan. Kami cek dahulu segala macamnya," kata Anggara, Senin (20/12/2021).
Anggara menjelaskan, pihaknya perlu mendalami kasus dugaan pemerasan berkedok cabut perkara ini.
Apalagi, oknum jaksa bernama Berkat itu minta uang Rp 30 juta kepada Muthia, istri tersangka penadah motor curian bernama Ardi.
Namun, agar diduga tak terendus pimpinan kejaksaan, Berkat meminta uang Rp 30 juta itu melalui Aiptu Iwan D Sinaga.
Aiptu Iwan D Sinaga adalah anak buah Kapolsek Patumbak, Kompol Faidir Chaniago.
Adapun permintaan uang Rp 30 juta ini agar Ardi tidak ditahan jaksa.
Bahkan, oknum jaksa tersebut juga disebut meminta uang Rp 2,5 juta dengan dalih uang kamar tahanan.
Berkaitan dengan dugaan pemerasan berkedok cabut perkara ini, Anggara sendiri meminta semua pihak bersabar.
Dia mengatakan, begitu membaca berita soal adanya keterlibatan sang anak buah bernama Berkat, dirinya langsung mengumpulkan semua anggotanya.
"Itulah makanya aku kan perlu periksa anggota dulu. Kalau JPU (yang menangani kasus penadahan tersangka Ardi), betul dia (Berkat). Tanggal 13 Desember lalu itu memang waktunya tahap II (penyerahan barang bukti dan tersangka dari kepolisian) dan kami lakukan penahanan," kata Anggara.
Soal dugaan upaya pemerasan yang disinyalir dilakukan oknum jaksa bernama Berkat, dia mengatakan bahwa pihaknya selalu mewanti-wanti, agar penyidik kejaksaan jangan melanggar aturan.
Apalagi pimpinan Kejaksaan Agung sudah berulangkali menegaskan, jangan coba-coba bermain dalam menangani perkara.
Nyatanya, tindakan Berkat ini membuka aib kejaksaan.
Bahwa bukan polisi saja yang diduga bermain dalam menangani setiap perkara, tapi juga oknum jaksa yang ada di Sumatera Utara.
Diketahui, tersangka penadah bernama Ardi sempat dilepas polisi setelah menyetor uang Rp 16 juta kepada Aiptu Iwan D Sinaga.
Dalam praktiknya, Aiptu Iwan D Sinaga menyebut uang Rp 16 juta itu sebagai upaya cabut perkara.
Istri Ardi, Muthia mengaku sempat dijanjikan Aiptu Iwan D Sinaga, bahwa kasus penadahan yang dilakukan suaminya akan berhenti.
Tapi nyatanya, kasus tersebut berlanjut.
Pada 13 Desember 2021, Ardi dijemput jaksa dan ditahan.
Saat itupula oknum jaksa bernama Berkat melalui Aiptu Iwan D Sinaga kembali berusaha mencari untung dari orang yang sudah kepalang buntung ini.
Tak tanggung-tanggung, uang yang diminta Berkat mencapai Rp 30 juta.
Uang itu beda lagi dengan uang Rp 2,5 juta dengan dalih biaya kamar tahanan.
Seorang oknum jaksa diduga terlibat penganiayaan
Oknum jaksa yang berdinas di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) berinisial MJ pernah dilaporkan ke Polrestabes Medan, karena dituding menganiaya Desy Permatasari, aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di Pemkab Kutacane.
Desy Permatasari sebelumnya dituding sebagai perebut laki orang (pelakor), karena disinyalir berselingkuh dengan ARM alias Mui, pejabat pemerintahan di Pemko Tanjungbalai.
Menurut Desy Permatasari, saat dirinya dianiaya, ada dua orang perwira kepolisian masing-masing Kompol D dan Kompol AB yang menyaksikan.
Kompol D, yang katanya bertugas di Polda Sumut, dan Kompol AB, yang bertugas di Polres Langkat ikut menakut-nakuti Desy Permatasari.
Saat diwawancarai, Desy Permatasari mengatakan kasus penganiayaan ini terjadi pada Minggu (11/10/2021) dini hari.
Kala itu, Desy Permatasari ketahuan tengah bersama ARM alias Mui, pejabat Pemko Tanjungbalai yang sudah beristri.
Kebetulan, Desy Permatasari mengenal ARM alias Mui saat berada di Jakarta beberapa waktu lalu.
"Mui bekerja di Pemerintahan Kota Tanjungbalai, dia menjabat sebagai kepala bagian," kata Desy Permatasari di Kota Binjai, Selasa (12/10/2021).
Sebelum kejadian penganiayaan, ARM tiba di Kota Medan dan dijemput oleh sopirnya naik Mitsubishi Pajero di Bandara Internasional Kualanamu, Kabupaten Deliserdang.
Kemudian, ARM alias Mui mengantarkan Desy Permatasari pulang, lantaran ingin bersama.
Saat tiba di Komplek Citra Garden, Jalan Padang Bulan, tiba-tiba dua unit mobil menyalip kendaraan yang ditumpangi ARM dan Desy.
"Saat saya diantar di depan Komplek Citra Garden, enggak lama kemudian tiba dua mobil lainnya, yaitu Fortuner dan Alphard menyetop kendaraan kami," kata korban.
Kemudian, CH, istri ARM alias Mui tiba-tiba turun dan menaiki kendaraan yang korban tumpangi.
Setelahnya, istri Mui meminta sopir turun dan berganti mengendarai kendaraan tersebut.
Di dalam mobil, kata Desy, CH istri Mui mengancam dirinya lantaran dituduh sebagai pelakor.
Singkat cerita, Desy dibawa bersama dengan Mui ke rumah MJ, di Komplek Tasbih II.
MJ merupakan kerabat dari CH, yang kini bertugas di Kejati Sumut.
Sesampainya di sana, kata Desy, ia langsung dipukul oleh MJ tanpa bertanya-tanya terlebih dahulu.
"Muka saya langsung dipukulnya," ucap Desy.
Tak berapa lama, setelah diinterogasi di rumah MJ, perselingkuhan keduanya terungkap.
Suami Desy berinisial B kemudian tiba di kediaman MJ.
Tujuannya, agar MJ dan keluarganya tidak menganiaya korban.
Saat itu, B, suami Desy minta MJ (oknum jaksa), CH (istri Mui), RCD (istri MJ) dan AS (kakak CH) untuk membawanya ke polsek terdekat agar tidak terjadi aksi penganiayaan tersebut.
"AS yang paling menyiksa saya. Saya berusaha lari, terus dipukulnya lagi," jelasnya.
Bahkan, sambungnya, penganiayaan tersebut menyita perhatian keluarga lain yang kebetulan aparat penegak hukum berpangkat Kompol berinisial D yang bertugas di Polda Sumut.
Tak lama berselang, datang Kompol AB dan istri yang bertugas di Polres Langkat.
"Kompol AB datang sama istrinya belakangan, mereka tidak ikut menganiaya," jelas dia.
Suami korban menyesalkan tindakan penganiayaan ini.
Sebab, persoalan ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
Namun, sebaliknya, persoalan ini menjadi panjang lantaran CH, istri Mui dan keluarganya yang diduga menganiaya korban, masih saudara kandung dengan mantan Wali Kota Tanjungbalai berinisial MS yang terjerat suap dan korupsi.
"Akhirnya kami bisa keluar dari rumah MJ sekitar jam 6 pagi. Bukti penganiayaan berupa visum dari Rumah Sakit Pringadi Medan sudah kami serahkan juga kepada polisi saat melapor," ungkapnya.
(¯´•._.•TERIMAKASIH•._.•´¯)
Dapatkan Informasi Terupdate Pertandingan Bola Setiap Hari Hanya DI Sini
klik Link Ini ╰┈➤ ( BOLA SCOR )
¯´•._.•TERIMAKASIH•._.•´¯