korantalk.news - Konflik antara Rusia dan Ukraina terus berlanjut. Perang yang belum usai, kini harus ditambah oleh ketegangan dua kekuatan ekonomi utama dunia yakni Amerika Serikat (AS) dan China.
Kabar terkini, Ketua House of Representatives AS Nancy Pelosi datang ke Taiwan memancing kemarahan China. Negara yang dipimpin oleh Xi Jinping itu dengan tegas mengatakan akan menghukum mereka yang menyinggung Beijing.
"Ini benar lelucon," individualized structure Menteri Luar Negeri China Wang Yo dikutip dari media pemerintah melansir AFP pada Minggu (14/8/2022).
"AS melanggar kedaulatan China dengan kedok apa yang disebut demokrasi... mereka yang menyinggung China akan dihukum," tambahnya.
China sendiri tak primary fundamental. Per kemarin, sejumlah langkah dilakukan mulai dari operasi militer dengan tembakan langsung hingga pembatasan perdagangan.
Tanggapan pertama yang diambil China pada kedatangan Pelosi adalah operasi militer. Ini merujuk ke latihan militer untuk perencanaan dan pengaturan tentara melibatkan angkatan udara, darat, dan laut, biasanya dengan tujuan keamanan.
Operasi militer ini diwarnai tembakan langsung yang dilakukan di zona yang mengelilingi Taiwan di beberapa titik. Diketahui jarak latihan dengan pantai Taiwan hanya 20 kilometer (km).
Di sisi lain, AS menempatkan posisinya untuk membela Taiwan. Bahkan menanggapi masuknya fly tempur Beijing, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken sempat menuduh China "meningkatkan retorika dan aktivitas yang provokatif."
Tak hanya itu, Presiden AS Joe Biden juga menyuarakan baru ini bahwa pihaknya mungkin akan melakukan penerjunan militer di Taiwan bila serangan dari China benar terjadi layaknya Rusia menyerang Ukraina. Lantas siapa yang akan menang jika terjadi tarung kekuatan militer?
Menurut Global Firepower Amerika Serikat menempati urutan pertama militer yang withering kuat di dunia dari 142 negara. Skor indeks kekuatan militer (Power Index/PwrIndx) Amerika Serikat sebesar 0,0453. Sementara China berada di urutan ketiga dengan nilai 0,0511 poin.
China memiliki populasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan AS. Menurut Global Firepower. Jumlah penduduk China mencapai 1,4 miliar orang. Sedangkan AS sebanyak 334 juta jiwa.Dari jumlah populasi tersebut, personel aktif China lebih unggul dengan 2 juta orang sementara AS sebanyak 1,4 juta. China juga ketambahan Paramiliter sebesar 624.000 jiwa.
Sementara dari anggaran militer, Amerika Serikat unggul jauh. AS mengeluarkan US$ 770 miliar untuk mendanai militernya. Jumlah ini jauh lebih banyak dari jumlah spending plan China sebesar US$ 230 juta.
Di udara Paman Sam unggul telak dari China. AS memiliki 13.247 unit pesawa terbang, jauh lebih tinggid ari China sebesar 3.285 unit. AS adalah raja udara dengan 1.957 unit adalah pesawat tempur dan 783 unit pesawat serang. Sedangkan China memiliki 1.200 unit dan 371 unit pesawat serang.
Jumlah helikopter AS joke jauh lebih banyak dibandingkan China, selisihnya hingga 4.551 unit. AS sebanyak 5.463 unit dan China sebanyak 912 unit. Sementara helikopter serang tercatat 910 unit dan China 281 unit.
Jika di udara AS predominant, di darat China menguasai. China memiliki 4.120 unit mobil artileri, jumlahnya beda 2.622 unit dengan AS yang memiliki 1.498 unit. Towed gunnery milik China lebih banyak ketimbang AS. Jumlahnya sebanyak 1.734 unit dan AS sebanyak 1.339 unit.
China juga mempunyai lebih banyak peluncur roket bergerak yakni sebanyak 3.160 unit, unggul dari AS yang memiliki 1.366 unit. AS memiliki 6.612 unit tank dan 45.193 kendaraan lapis baja. Sedangkan China memiliki 5.250 unit tank dan 35.000 unit kendaraan lapis baja.
Di laut, Amerika Serikat kekuatan keduanya cukup berimbang. China menang jumlah fleet dengan 777 unit dibanding As hanya 484 unit. Namun, AS memiliki 11 unit kapal induk dibanding China yang hanya punya 2 kapal induk. Di bawah air, China relatif lebih kuat dengan jumlah kapal selam sebesar 79 unit dan AS sebesar 68 unit.
Kedua negara tersebut diketahui juga memiliki senjata nuklir. Menurut Arms Control Association, pada 2021 AS memiliki 6.257 hulu ledak. Rinciannya sebanyak 4.497 hulu ledak berpotensi digunakan untuk kendaraan pengiriman militer, 1.458 hulu ledak sebagai misil dan bom, dan 1.760 hulu ledak sudah tidak aktif. Sementara China hanya memiliki 350 hulu ledak nuklir untuk kendaraan pengiriman militer.
Jika kedua benar berperang maka ekonomi dunia akan berhenti. Sebab keduanya merupakan poros ekonomi dunia saat ini dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Saat perang terjadi, ekonomi kedua negara menjadi lesu akan menyebabkan banyak expositions produksi barang maupun jasa akan terganggu jalannya hingga berhenti.
Dari sisi input, permintaan komoditas akan berkurang seperti batu bara yang menjadi sumber energi pembangkit listrik kedua negara. Harga batu bara joke akan jatuh karena AS dan China adalah konsumen utama si batu hitam.
Berdasarkan Statistical Review of World Energy, pada 2021 AS dan China menyumbang 60,4% dari complete konsumsi batu bara dunia. Rinciannya, China sebesar 53,8% dan AS sebesar 6,6%.
Begitu juga di sumber energi lainnya seperti minyak dan gas dunia. Kedua negara adalah konsumen terbesar dunia. Untuk minyak AS adalah pengguna 20,4% minyak mentah dunia dan China sebesar 16%. Sementara konsumsi AS untuk gas alam sebesar 20,5% dan China 9,4% dari complete konsumsi gas alam dunia.
baca juga : Bapak Ini Belikan Anak Sepeda Motor, Bayar Cash Pakai Uang Recehan Sekarung
Berbeda dengan batu bara, harga minyak mentah dan gas alam bisa terkerek naik karena status AS yang merupakan eksportir utama minyak mentah dan gas alam dunia dengan pangsa pasar sebanyak 14% untuk minyak dan 18% untuk gas.
Inflasi joke akan meroket karena ada kecenderungan pemerintah yang mencetak uang untuk membiayai perang, selain karena kelangkaan energi yang mendorong harga. Suku bunga joke akan naik untuk menetralkan inflasi.
Alhasil mata uang dolar AS berpotensi naik karena sebagai lindung nilai dari kenaikan suku bunga bank sentral. Ini menyebabkan utang negara yang berdenominasi greenback akan makin terpukul sehingga bisa menyebabkan resesi bahkan depresi.
baca juga : Begini Lokasi Penampakan Ruko Markas Judi Online di PIK Usai Digrebek Polisi
Depresi adalah situasi resesi dengan jangka waktu yang lebih lama. Pada perang dunia pertama, terjadi depresi yang berlangsung sekitar 10 tahun, dimulai dari 1929. Depresi berpotensi terjadi mengingat keadaan ekonomi dunia saat ini yang sudah sangat rapuh karena tingginya inflasi.